Masih di siang yang
sama, tiba-tiba saja ada pesan singkat dari nomor baru yang masuk ke inbox
HPku. “Clara..”, ya seperti itulah bunyi pesan singkat tersebut. Lalu aku
membalasnya,”iya. Maaf ini siapa?”. Beberapa saat kemudian ada pesan singkat
lagi yang masuk, “hmm aku Aryo kakak tingkatmu”. Ternyata nomor baru tersebut
adalah nomornya Aryo, kakak tingkatku di perkuliahan. Singkat cerita sejak itu
kami sering sekali sms-an, dan ya aku merasa sangat nyaman dengannya. Kami
sering berbagi cerita.
***
Sudah 3 bulan ini hatiku diliputi perasaan
berbunga-bunga. Aku semakin bersemangat, tak peduli tugas yang menumpuk, atau
masalah di kampus, semua terasa baik-baik saja sejak kehadiran Aryo.
Belakangan ini aku sering bertemu dengannya, kami
akan pergi sekedar makan dan ngobrol.
Sekalipun tubuh kelelahan, setidaknya aku senang
dan cukup puas bisa selalu berlama-lama dengannya. Rasanya seisi hariku
dipenuhi dengan namanya, dengan keceriaan, kelembutan, keromantisan serta
pengetahuannya yang luas itu. Ia hampir selalu membuatku terkesima karena ia
tahu banyak hal.
Awalnya aku menganggap Aryo seperti kakakku
sendiri, dan sebaliknya dia menganggapku seperti adiknya sendiri. Namun
ternyata semuanya tidak berjalan sesuai dengan rencana awal, singkat kata ia
merebut hatiku dan aku rasa aku mulai menyukainya. Aku tak tahu apakah ia juga
mempunyai perasaan seperti yang aku rasakan, namun tiba-tiba saja ia mengatakan
bahwa ia menyayangiku.
Hanya dalam beberapa bulan saja, hatiku terkait
terlalu erat. Aku enggan melepaskan, dan tak ingin melepaskannya. Aku berharap
hubungan kami bisa lebih dekat dari ini.
Ia selalu berkata manis di depanku, Ia selalu
mengucapkan kata-kata yang mampu membuatku semakin terkesima. Aryo terlihat
tenang saat menyakinkan perasaannya kepadaku. Itulah sebabnya aku tak pernah
khawatir dan curiga apa-apa terhadapnya.
Dan mungkin harapanku terlalu tinggi. Aku terlalu
naif saat berhadapan dengan cinta. Hingga aku harus bertemu luka.
***
Sudah seminggu ini Aryo bersikap acuh kepadaku.
Komunikasi juga agak sedikit sulit, dan hatiku mulai bertanya-tanya. Ada apa
dengannya ya?
Di sore itu tiba-tiba saja aku ingin sekali
berada di luar rumah dan berlama-lama duduk di depan teras. Aku merasa lebih
tenang dan dapat berpikir jernih. Berharap Aryo akan menghubungiku nanti.
Dan sesaat setelah aku hendak menjejakkan kaki
masuk ke dalam rumah, aku terdiam. Aku melihat sesosok pria yang kukenal
beberapa lama ini. Aryo. Ia lewat depan rumah dan membonceng seorang wanita. Siapa
ya wanita itu?
Tak ingin membuatnya terkejut, aku memutuskan
menahan diri dan bertanya via telepon nanti.
"Ar, kamu kenapa sih susah dihubungi
akhir-akhir ini? Lalu tadi kamu boncengan sama siapa lewat depan rumahku?"
tanyaku menahan emosi, karena aku tak ingin ia menganggapku terlalu cemburu atau
mengekang.
"Aku sedang sibuk saja sih belakangan ini,
maaf ya. Itu tadi temenku,kenapa? Kamu mau membatasi aku berhubungan sama
temen-temenku?" katanya.
Jawabannya yang ketus tersebut membuatku curiga,
dan merasa was-was, ada apa sih ini?
Tak berapa lama tiba-tiba ada nomor baru yang
mengirimi pesan singkat kepadaku, dia mengaku bernama Mila, dan ia ingin
bertemu denganku sekarang juga.
Aku dan Mila bertemu di sebuah Café. Ternyata
Mila adalah wanita yang tadi dibonceng oleh Aryo. Mila menceritakan semuanya
kepadaku bahwa dia adalah kekasih Aryo. Disana aku hanya bisa terdiam. Tubuhku
rasanya bergetar, rasanya aku ingin menangis. Namun hatiku mengatakan kalau
semua yang dikatakan Mila hanyalah kebohongan belaka. Aku menganggap ini hanya
sebuah lelucon. Mungkin saja Mila hanya ingin membuat perasaanku goyah terhadap
Aryo.
***
Sesampainya di rumah, Aryo menghubungiku dan ia
mengatakan bahwa ia ingin ke rumah dan bertemu denganku.
"Aku udah di depan." Demikian bunyi
SMSnya. Segera aku berlari ke depan rumah dengan membawa jaket lengkap dengan
tas slempangku. Aku tak yakin Aryo akan masuk, sehingga aku bersiap membawa
perlengkapan pergi.
"Kita nggak usah ke mana-mana, di sini aja.
Nggak lama kok. Aku hanya mengangguk. Dan tiba-tiba ia meraihku, memelukku dalam-dalam
dan erat. Aku hanya membalas pelukannya lebih erat.
"Kamu kenapa sih Ar?"
"Clara, aku udah salah sama kamu. Seharusnya
hubungan ini nggak boleh terjalin."
"Kenapa bisa begitu?"
"Aku udah punya pacar. Aku udah pacaran sama
dia selama 2 tahun."
Kalimat itu membuatku terkejut dan spontan
melepaskan tanganku dari tubuhnya. Aku terdiam sejenak, tak percaya.
"Kamu mempermainkan aku, Ar?" aku
bertanya lirih tak jelas, berusaha meyakinkan diri kalau ini cuma mimpi.
"Aku nggak berniat mempermainkan kamu. Aku
beneran sayang sama kamu. Sayangnya, pada saat itu statusku tidak lagi single.
Dan, kamu boleh bilang aku egois. Tetapi, kamu harus tahu bahwa aku nggak
main-main, perasaanku ini beneran sama kamu!"
Aku bingung dengan penjelasan Aryo yang terdengar
hanya menguntungkan dirinya saja.
"Mungkin memang kita bertemu di waktu yang
nggak tepat, itu saja," sambungnya.
"Ok. Tak usah berbicara lagi. Aku cukup tahu
ini, dan aku sudah bisa menebak selanjutnya apa," aku tertunduk kecewa dan
mengambil ancang-ancang masuk ke dalam rumah. Aryo meraih tanganku, berusaha
menarikku kembali ke pelukannya.
"Maaf Clara... maaf... tapi percayalah,
perasaanku nggak akan berubah. Aku akan tetap sayang kamu," mataku
berkaca-kaca. Kupandang dia tanpa balasan sepatah katapun.
Aku beranjak masuk. Menahan semua air mata yang
nyaris tak terbendung di depannya tadi.
Akhirnya, kutumpahkan semua isak tangisku di atas
tempat tidurku. Memungut semua harapanku yang telah kugantung tinggi-tinggi,
dan kumasukkan lagi ke dalam hati.
Tuhan... Mengapa Kau harus mempertemukan kami
jika pada akhirnya kami tak bisa saling memiliki?
1 komentar:
curcol nihhh :D
Posting Komentar